1. LATAR BELAKANG ATAU FAKTOR PENDORONG BANGSA EROPA KE INDONESIA
Hindia Timur atau Indonesia telah
lama dikenal sebagai daerah penghasil rempah-rempah seperti vanili,
lada, dan cengkeh. Rempah-rempah ini digunakan untuk mengawet makanan,
bumbu masakan, bahkan obat. Karena kegunaannya, rempah-rempah ini sangat
laku di pasaran dan harganya pun mahal. Hal ini mendorong para pedagang
Asia Barat datang dan memonopoli perdagangan rempah-rempah. Mereka
membeli bahan-bahan ini dari para petani di Indonesia dan menjualnya kepada para pedagang Eropa.
Namun,
jatuhnya Konstantinopel pada tahun 1453 ke Turki Utsmani mengakibatkan
pasokan rempah-rempah ke wilayah Eropa terputus. Hal ini dikarenakan
boikot yang dilakukan oleh Turki Utsmani. Situasi ini mendorong
orang-orang Eropa menjelajahi jalur pelayaran ke wilayah yang banyak
memiliki bahan rempah-rempah, termasuk kepulauan Nusantara (Indonesia).
Dalam perkembangannya, mereka tidak saja berdagang, tetapi juga
menguasai sumber rempah-rempah di negara penghasil. Dimulailah era
kolonialisasi Barat di Asia . pada bab ini akan diuraikan tentang
kedatangan bangsa Eropa hingga terbentuknya kekuasaan kolonial Barat di
Indonesia.
Sebab dan Tujuan Kedatangan Bangsa Barat
Secara
umum, kedatangan bangsa Eropa ke Asia termasuk ke Indonesia dilandasi
keinginan mereka untuk berdagang, menyalurkan jiwa penjelajah, dan
menyebarkan agama. Adapun sebab dan tujuan bangsa Eropa ke dunia Timur
adalah sebagai berikut :
v Mencari kekayaan termasuk berdagang
v Menyalurkan jiwa penjelajah
v Meyakini Keberadaan Prester John
v Menyebarkan agama
v Mencari kemuliaan bangsa
Sejak
abad ke -13, rempah-rempah memang merupakan bahan dagang yang sangat
menguntungkan. Hal ini mendorong orang-orang Eropa berusaha mencari
harta kekayaan ini sekalipun menjelajah semudera. Keinginan ini
diperkuat dengan adanya jiwa penjelajah. Bangsa Eropa dikenal sebagai
bangsa penjelajah, terutama untuk menemukan daerah-daerah baru. Mereka
berlomba-lomba meninggalkan Eropa. Mereka yakin bahwa jika berlayar ke
satu arah, maka mereka akan kembali ke tempat semula. Selain itu,
orang-orang Eropa terutama Protugis dan Spanyol yakin bahwa di luar
Eropa ada Prestor John (kerajaan dan penduduknya beragama Kristen). Oleh karena itu, mereka berani berlayar jauh. Mereka yakin akan bertemu dengan orang-orang seagama.
Di
luar faktor yang disebutkan di atas, orang-orang Eropa yang sebagian
besar beragama Kristen terdorong pula untuk pergi ke mana pun guna
mewartakan Injil (Gospel). Mereka percaya bahwa mewartakan
Injil kepada orang-orang yang belum mengenal Tuhan adalah salah satu
panggilan hidupnya. Selain menyebarkan Injil, mereka juga berusaha
mencari kekayaan (Gold) dan kebanggaan serta kejayaan (Glory) bagi negaranya.
Pada
awalnya, tujuan kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia hanya untuk
membeli rempah-rempah dari para petani Indonesia. Namun, dengan semakin
meningkatnya kebutuhan industri di Eropa akan rempah-rempah, mereka
kemudian mengklaim daerah-daerah yang mereka kunjungi sebagai daerah
kekuasaannya. Di tempat-tempat ini, bangsa Eropa memonopoli perdagangan
rempah-rempah dan mengeruk kekayaan alam sebanyak mungkin. Dengan
memonopoli perdagangan rempah-rempah, bangsa Eropa menjadi satu-satunya
pembeli bahan-bahan ini. Akibatnya, harga bahan-bahan ini pun sangat
ditentukan oleh mereka. Untuk memperoleh hak monopoli perdagangan ini,
bangsa Eropa tidak jarang melakukan pemaksaan. Penguasaan sering
dilakukan terhadap para penguasa setempat melalui suatu perjanjian yang
umumnya menguntungkan bangsa Eropa. Selain
itu, mereka selalu turut campur dalam urusan politik suatu daerah.
Bangsa Eropa tidak jarang mengadu domba berbagai kelompok masyarakat dan
kemudian mendukung salah satunya. Dengan cara seperti ini, mereka
dengan mudah dapat mempengaruhi penguasa untuk memberikan hak-hak
istimewa dalam berdagang.
2. SEJARAH KEDATANGAN BANGSA PORTUGIS DAN SPANYOL KE INDONESIA
Sejarah
datangnya bangsa Eropa ke Indonesia atau dahulu disebut dengan Hindia
Timur tidak lepas dari niat mereka menemukan Negeri penghasil
rempah-rempah.
I. Bangsa Portugis
Ekspedisi pertama untuk mencari jalan langsung ke Indonesia dirintis
oleh bangsa Portugis dan Spanyol. Bangsa-bangsa lain seperti Inggris,
Prancis, dan Belanda baru melakukan ekspedisi setelah kedua bangsa ini
menemukan jalan ke Indonesia.
Orang Portugis pertama yang mencoba mencari jalan baru ke Indonesia adalah Bartholomeus Diaz. Ia meninggalkan Portugal pada tahun 1486. Ia menyusuri pantai barat Afrika hingga tiba di Tanjung Harapan baik, namun ia gagal mencapai Indonesia. Setelah Bartholomeus Diaz menemukan jalan ke timur di Tanjung Harapan Baik (Afrika Selatan), upaya mencari jalan ke Indonesia diteruskan oleh armada-armada Portugis berikutnya.
Armada Portugis berikutnya yang mencoba berlayar ke Indonesia dipimpin oleh Vasco da Gama. Mereka berangkat pada tahun 1497 dan berhasil melewati Tanjung Harapan Baik. Sewaktu
tiba di Pelabuhan Malinda (Afrika Timur), mereka bertemu dengan
pedagang-pedagang Arab dan India. Namun, jalan ke Asia Tenggara tetap
dirahasiakan oleh para pedagang tersebut. Oleh karena itu, orang-orang
Portugis melanjutkan perjalannya menyusuri pantai timur Afrika. Mereka
harus melewati perairan dengan ombak yang sangat besar. Daerah itu
terletak di timur laut Afrika terutama di sekitar Ujung Tanduk. Oleh karena itu, daerah ini disebut Guadafui (berhati-hatilah).
Ekspedisi ini kemudian berhasil melewati selat di ujung selatan Laut Merah yang disebutnya Bab el Mandeb (Gapura Air Mata). Pada tahun 1498, Vasco da Gama tiba di Kalikut (India). Sejak saat itu, perdagangan antara orang Eropa dan India tidak lagi melalui jalur Laut Tengah melainkan melalui pantai timur Afrika.
Namun, penemuan ini belum juga memuaskan bangsa Portugis. Mereka ingin menjelajahi daerah timur lainnya yakni Malaka dan Maluku.
Pada
waktu itu, di Asia Tenggara terdapat salah satu daerah pusat
perdagangan yang sangat ramai dikunjungi. Daerah tersebut adalah Malaka
sedangkan daerah sumber rempah-rempahnya adalah Maluku. Bagi Portugis,
cara termudah menguasai perdagangan di sekitar Malaka termasuk di Maluku
adalah dengan merebut atau menguasai Malaka. Kolonialisme Portugis di
Indonesia dimulai sejak kedatangan Alfanso d’Albuquerque di Maluku. Pada
tahun 1511, ekspedisi Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque berhasil
menaklukkan Malaka. Dari sana, mereka menuju Maluku dan diterima dengan
baik oleh raja Ternate. Mereka diperkenankan berdagang dan membangun
benteng di ternate.
II. Bangsa Spanyol
Pelopor bangsa Spanyol yang mencari jalan langsung ke Indonesia adalah Christopher Columbus, ia
berjalan kearah barat. Setelah dua bulan, ia sampai di sebuah pulau
yang kemudian dinamakan San Salvador. Columbus gagal mencapai India.
Setelah Columbus gagal menemukan India, ekspedisi Spanyol selanjutnya ke daerah rempah – rempah dipelopori oleh Ferinand Magellan.
Berbeda dengan armada Portugis, pada tahun 1519 Magellan berangkat
melalui Samudera Atlantik. Setelah melewati ujung Amerika Selatan, ia
masuk ke Samudera Pasifik. Ia tiba di Filipina pada tahun 1521. sewaktu
mencoba mengatasi perang antarsuku di Cebu, Magellan terbunuh. Ia
digantikan oleh Del Cano. Dalam perjalanan kembali ke Spanyol, mereka
singgah di Tidore. Sejak
saat itu, terjalin kerja sama antara Spanyol dan Tidore. Kerja sama itu
tidak hanya dalam hal perdagangan, tetapi juga diperkuat dengan
dibangunnya benteng Spanyol di Tidore. Kondisi tersebut tentu saja
menyebabkan antara Portugis dan Spanyol saat itu, Portugis membuka
kantor dagangnya diTernate. Portugis merasa terancam dengan hadirnya
Spanyol di Tidore. Hal ini diperkuat lagi dengan kenyataan bahwa Tidore
dan Ternate telah lama bermusuhan. Dengan alasan tersebut, Portugis yang
didukung pasukan Tidore. Benteng Spanyol di Tidore dapat direbut
Portugis. Namun, berkat perantara Paus di Roma, Portugis dan Spanyol
akhirnya mengadakan perjanjian yang disebut Perjanjian Zaragosa.
Berdasarkan perjanjian itu, Maluku dikuasai Portugis sedangkan Filipina
dikuasai Sepanyol.
3. REAKSI RAKYAT INDONESIA TERHADAP UPAYA MONOPOLI PERDAGANGAN PORTUGIS DAN BELANDA
Menjelang kedatangan bangsa Eropa, masyarakat di wilayah Nusantara hidup dengan tenteram di bawah kekuasaan raja-raja.
Kedatangan bangsa-bangsa Eropa di Indonesia mula-mula disambut baik oleh bangsa Indonesia,
tetapi lama-kelamaan rakyat Indonesia mengadakan perlawanan karena
sifat-sifat dan niat-niat jahat bangsa Eropa mulai terkuak dan diketahui
oleh bangsa Indonesia.
Perlawanan-perlawanan
yang dilakukan rakyat Indonesia disebabkan orang-orang Barat ingin
memaksakan monopoli perdagangan yang sangat merugikan bangsa rakyat
Indonesia dan berusaha mencampuri urusan kerajaan-kerajaan di Indonesia. Adapun perlawanan-perlawanan tersebut antara lain:
1) Perlawanan di Aceh terhadap Portugis
2) Ternate melawan Portugis
3) Perlawanan Mataram (Perlawanan Sultan Agung) terhadap Belanda
4) Banten melawan VOC
5) Makassar melawan VOC
6) Perlawanan Diponegoro (1825–1830) terhadap Belanda
7) Perang Padri (1821–1837)
2. SEJARAH TUJUAN VOC DAN BERAKHIRNYA VOC
Adalah para pedagang Inggris yang memulai mendirikan perusahaan dagang di Asia pada 31 Desember 1600 yang dinamakan The Britisch East India Company dan berpusat di Calcutta. Kemudian Belanda menyusul tahun 1602 dan Prancis pun tak mau ketinggalan dan mendirikan French East India Company tahun 1604.
Pada 20 Maret 1602, para pedagang Belanda mendirikan Verenigde Oost-Indische Compagnie - VOC (Perkumpulan
Dagang India Timur). Di masa itu, terjadi persaingan sengit di antara
negara-negara Eropa, yaitu Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris,
Perancis dan Belanda, untuk memperebutkan hegemoni perdagangan di Asia
Timur. Untuk menghadapai masalah ini, oleh Staaten Generaal di Belanda
VOC diberi wewenang memiliki tentara yang harus mereka biayai sendiri.
Selain itu, VOC juga mempunyai hak, atas nama Pemerintah Belanda –yang
waktu itu masih berbentuk Republik- untuk membuat perjanjian kenegaraan
dan menyatakan perang terhadap suatu negara.
Wewenang ini yang mengakibatkan, bahwa suatu perkumpulan dagang seperti VOC, dapat bertindak seperti layaknya satu negara.
Hak-hak istimewa yang tercantum dalam Oktrooi (Piagam/Charta) tanggal 20 Maret 1602 meliputi:
Wewenang ini yang mengakibatkan, bahwa suatu perkumpulan dagang seperti VOC, dapat bertindak seperti layaknya satu negara.
Hak-hak istimewa yang tercantum dalam Oktrooi (Piagam/Charta) tanggal 20 Maret 1602 meliputi:
1. Hak monopoli untuk
berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan dan
sebelah barat Selat Magelhaens serta menguasai perdagangan untuk
kepentingan sendiri;
2. Hak kedaulatan (soevereiniteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara untuk:1. memelihara angkatan perang,
2. memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian,
3. merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Belanda,
4. memerintah daerah-daerah tersebut,
5. menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri, dan
6. memungut pajak.
2. memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian,
3. merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Belanda,
4. memerintah daerah-daerah tersebut,
5. menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri, dan
6. memungut pajak.
Belanda konsisten menggunakan kekuatan bersenjata untuk memuluskan perdagangannya dan menjalankan taktik divide et impera (memecah-belah dan kemudian menguasai).
Apabila ada konflik internal di satu kerajaan, atau ada pertikaian
antara satu kerajaan dengan kerajaan tetangganya, Belanda membantu salah
satu pihak untuk mengalahkan lawannya, dengan imbalan yang sangat
menguntungkan bagi Belanda, termasuk antara lain memperoleh sebagian
wilayah yang bersama-sama dikalahkan. Dengan tipu muslihat dan bantuan
penguasa setempat, Belanda
berhasil mengusir Portugis dari wilayah yang mereka kuasai di Maluku,
yang sangat kaya akan rempah-rempah, yang mahal harganya di Eropa.
VOC
- 1602 - 1799 Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan
Perusahaan Hindia Timur) atau VOC yang didirikan pada tanggal 20 Maret
1602 adalah perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas
perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula VWC yang
merupakan perserikatan dagang Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap
sebagai perusahaan pertama yang mengeluarkan pembagian saham. Meskipun
sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang
ini istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas
sendiri yang istimewa. Misalkan VOC boleh memiliki tentara dan boleh
bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara
dalam negara.
VOC terdiri 6 Bagian (Kamers) di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoorn dan Rotterdam. Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren XVII (XVII Tuan-Tuan). Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam tujuh belas sesuai dengan proporsi modal yang mereka bayarkan; delegasi Amsterdam berjumlah delapan.Di Indonesia VOC memiliki sebutan populer Kompeni atau Kumpeni. Istilah ini diambil dari kata compagnie dalam nama lengkap perusahaan tersebut dalam bahasa Belanda. VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie).
VOC terdiri 6 Bagian (Kamers) di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoorn dan Rotterdam. Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren XVII (XVII Tuan-Tuan). Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam tujuh belas sesuai dengan proporsi modal yang mereka bayarkan; delegasi Amsterdam berjumlah delapan.Di Indonesia VOC memiliki sebutan populer Kompeni atau Kumpeni. Istilah ini diambil dari kata compagnie dalam nama lengkap perusahaan tersebut dalam bahasa Belanda. VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie).
Runtuhnya VOC. Penjajahan Pemerintah India-Belanda
Sejak tahun 1780-an terjadi peningkatan biaya dan menurunnya hasil penjualan, yang menyebabkan kerugian perusahaan dagang tersebut. Hal ini disebabkan oleh korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh para pegawai VOC di Asia Tenggara, dari pejabat rendah hingga pejabat tinggi, termasuk para residen. Misalnya beberapa residen Belanda memaksa rakyat untuk menyerahkan hasil produksi kepada mereka dengan harga yang sangat rendah, dan kemudian dijual lagi kepada VOC melalui kenalan atau kerabatnya yang menjadi pejabat VOC dengan harga yang sangat tinggi.
Karena korupsi, lemahnya pengawasan administrasi dan kemudian konflik dengan pemerintah Belanda sehubungan dengan makin berkurangnya keuntungan yang ditransfer ke Belanda karena dikorupsi oleh para pegawai VOC di berbagai wilayah, maka kontrak VOC yang jatuh tempo pada 31 Desember 1979 tidak diperpanjang lagi dan secara resmi dibubarkan tahun 1799. Setelah dibubarkan, plesetan VOC menjadi Vergaan Onder Corruptie (Hancur karena korupsi).
Setelah VOC dibubarkan, daerah-daerah yang telah menjadi kekuasaan VOC, diambil alih –termasuk utang VOC sebesar 134 juta gulden- oleh Pemerintah Belanda, sehingga dengan demikian politik kolonial resmi ditangani sendiri oleh Pemerintah Belanda. Yang menjalankan politik imperialisme secara sistematis, dengan tujuan menguasai seluruh wilayah, yang kemudian dijadikan sebagai daerah otonomi yang dinamakan India-Belanda (Nederlands-IndiĆ«) di bawah pimpinan seorang Gubernur Jenderal.
Gubernur Jenderal VOC terakhir, Pieter Gerardus van Overstraten (1797 – 1799), menjadi Gubernur Jenderal Pemerintah India-Belanda pertama (1800 – 1801).
Pada 20 Mei 2005, KOMITE UTANG KEHORMATAN BELANDA (KUKB) menuntut Pemerintah Belanda untuk:
Sejak tahun 1780-an terjadi peningkatan biaya dan menurunnya hasil penjualan, yang menyebabkan kerugian perusahaan dagang tersebut. Hal ini disebabkan oleh korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh para pegawai VOC di Asia Tenggara, dari pejabat rendah hingga pejabat tinggi, termasuk para residen. Misalnya beberapa residen Belanda memaksa rakyat untuk menyerahkan hasil produksi kepada mereka dengan harga yang sangat rendah, dan kemudian dijual lagi kepada VOC melalui kenalan atau kerabatnya yang menjadi pejabat VOC dengan harga yang sangat tinggi.
Karena korupsi, lemahnya pengawasan administrasi dan kemudian konflik dengan pemerintah Belanda sehubungan dengan makin berkurangnya keuntungan yang ditransfer ke Belanda karena dikorupsi oleh para pegawai VOC di berbagai wilayah, maka kontrak VOC yang jatuh tempo pada 31 Desember 1979 tidak diperpanjang lagi dan secara resmi dibubarkan tahun 1799. Setelah dibubarkan, plesetan VOC menjadi Vergaan Onder Corruptie (Hancur karena korupsi).
Setelah VOC dibubarkan, daerah-daerah yang telah menjadi kekuasaan VOC, diambil alih –termasuk utang VOC sebesar 134 juta gulden- oleh Pemerintah Belanda, sehingga dengan demikian politik kolonial resmi ditangani sendiri oleh Pemerintah Belanda. Yang menjalankan politik imperialisme secara sistematis, dengan tujuan menguasai seluruh wilayah, yang kemudian dijadikan sebagai daerah otonomi yang dinamakan India-Belanda (Nederlands-IndiĆ«) di bawah pimpinan seorang Gubernur Jenderal.
Gubernur Jenderal VOC terakhir, Pieter Gerardus van Overstraten (1797 – 1799), menjadi Gubernur Jenderal Pemerintah India-Belanda pertama (1800 – 1801).
Pada 20 Mei 2005, KOMITE UTANG KEHORMATAN BELANDA (KUKB) menuntut Pemerintah Belanda untuk:
1. Mengakui Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945; dan
2. Meminta Maaf Kepada Bangsa Indonesia atas Penjajahan, Perbudakan, Pelanggaran HAM Berat dan Kejahatan Atas Kemanusiaan.
PERLAWANAN RAKYAT INDONESIA TERHADAP VOC DIBERBAGAI DAERAH
Kedatangan
bangsa-bangsa Eropa di Indonesia sejak abad ke-16 dengan berbagai
kebijaksanaannya akhirnya menimbulkan reaksi dari rakyat Indonesia.
Reaksi tersebut diwujudkan dalam bentuk perlawanan rakyat di berbagai
daerah. Perlawanana di berbagai daerah ini secara umum disebabkan oleh
adanya kebijaksanaan pemerintah kolonial yang tidak pernah memihak pada
rakyat, misalnya: sistem monopoli dalam perdagangan, pajak yang
memberatkan, rodi, cultuur stelsel, serta campur tangan dalam kehidupan
kraton dan sistem devide at-impera. Perlawanan bangsa Indonesia ini
dilakukan terhadap Portugis, VOC maupun pemerintah kolonial Belanda.
VOC
ingin menguasai pusat-pusat perdagangan, seperti Batavia, Banten, Selat
Sunda, Makasar, Maluku, Mataram (Jawa), dan berbagai daerah strategis
lain. Belanda dapat menguasai Nusantara karena politik kejam mereka
yaitu politik adu domba. Belanda mengadu domba raja-raja di daerah
sehingga mereka terhasut dan terjadilah perang saudara dan perebutan
tahta kerajaan. Belanda membantu pemberontakan dengan meminta imbalan
daerah kekuasaan dagang (monopoli perdagangan). Akhir abad ke-18 VOC
bangkrut dan dibubarkan tanggal 31 Desember 1799. Indonesia diperintah
oleh Kolonial Belanda dengan gubernur jendral pertama Daendels yang
sangat kejam. Rakyat dipaksa kerja rodi membuat jalan sepanjang 1.000 km
(dari Anyer–Panarukan), mendirikan pabrik senjata di Semarang dan
Surabaya juga membangun Pelabuhan Merak. Daendels digantikan Jansens
yang kemudian dikalahkan Inggris. Tahun 1816 Indonesia dikembalikan ke
Belanda, dengan Van den Bosch sebagai gubernur. Ia menerapkan politik
tanam paksa. Tujuannya untuk mengisi kas Belanda yang kosong.Tanam paksa
menyengsarakan rakyat, selain rakyat dipaksa menanam 1/5 tanahnya
dengan ketentuan Belanda, mereka juga dipaksa membayar pajak dan ganti
rugi tanaman.
1. Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Mataram (Tahun 1628 dan Tahun 1629)
Raden
Mas Rangsang menggantikan Raden Ma Martapura dengan gelar Sultan Agung
Senapati Ing Alogo Ngabdurrachman. Ia adalah Raja Mataram yang memakai
gelar Sultan, sehingga lebih dikenal dengan sebutan Sultan Agung. Sultan
Agung memerintah Mataram dari tahun 1613–1645. Di bawah
pemerintahannya, Kerajaan Mataram mencapai kejayaan. Dalam memerintah
kerajaan, ia bertujuan mempertahankan seluruh tanah Jawa dan mengusir
Belanda dari Batavia.
Pada
masa pemerintahannya, Mataram menyerang ke Batavia dua kali (tahun 1628
dan tahun 1629), namun gagal. Dengan kegagalan tersebut, membuat Sultan
Agung makin memperketat penjagaan daerah perbatasan yang dekat Batavia,
sehingga Belanda sulit menembus Mataram. Sultan Agung wafat pada tahun
1645 dan digantikan putranya bergelar Amangkurat I.
2. Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten (1650–1682)
Dilakukan
sejak tahun 1619 oleh Kerajaan Banten saat VOC berusaha hendak merebut
bandar pelabuhan Merak, yang membuat orang Banten sangat marah dan
menaruh dendam terhadap VOC. Apalagi VOC telah dengan sewenang-wenang
merebut Jayakarta yang menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Banten dan
berusaha memblokade pelabuhan dengan Kerajaan Banten.
Untuk
menghadapi bahaya dan ancaman Kerajaan Mataram, VOC berusaha mendekati
Kerajaan Banten. Tetapi Banten sudah terlanjur menaruh dendam terhadap
Belanda. Pada Desember 1627 orang-orang Banten merencanakan pembunuhan
terhadap J.P. Coen. Tetapi rencana itu bocor dan telah diketahui musuh.
Kemudian mereka mengamuk dan membunuh beberapa orang Belanda.
Tahun 1633, ketika VOC bertindak sewenang-wenang terhadap orang-orang Banten yang berlayar dan berdagang di Kepulauan Maluku, maka pecah lagi peperangan antara Banten dan VOC. Keangkuhan orang Belanda ini memicu kemarahan dan sikap anti terhadap sifat kolonialis. VOC bukan saja ingin menguasai perdagangan tetapi juga menerapkan pajak yang tinggi terhadap rakyat Banten.
Tahun 1633, ketika VOC bertindak sewenang-wenang terhadap orang-orang Banten yang berlayar dan berdagang di Kepulauan Maluku, maka pecah lagi peperangan antara Banten dan VOC. Keangkuhan orang Belanda ini memicu kemarahan dan sikap anti terhadap sifat kolonialis. VOC bukan saja ingin menguasai perdagangan tetapi juga menerapkan pajak yang tinggi terhadap rakyat Banten.
Orang-orang
Banten merasa harga diri mereka dilecehkan. Mereka adalah penganut
Islam kuat dan selalu memiliki semangat untuk menegakkan keadilan.
Rakyat Banten menganggap orang-orang Belanda adalah orang-orang yang
akan merusak tatanan kehidupan di tanah Banten.
Hubungan antara Kerajaan Banten dan VOC lebih gawat lagi ketika
kerajaan itu diperintah oleh Sultan Abdulfatah. Abdulfatah yang dikenal
gelarnya Sultan Ageng Tirtayasa (1650-1682). Hal ini dibuktikan dengan
peperangan-peperangan yang dilakukannya melawan VOC atau Kompeni
Belanda, baik di darat maupun di laut. Di daerah-daerah perbatasan
antara Batavia dan Kerajaan Banten seperti di daerah Angke, 'Pesing dan
Tangerang sering terjadi pertempuran-pertempuran yang membawa korban
kedua belah pihak.
Untuk melawan Banten, VOC membentuk pasukan-pasukan bayaran yang terdiri dari pelbagai suku bangsa seperti: Suku Bugis, Suku Bali, Suku Banda dan lain-Iainnya. Selain itu VOC juga terdiri dari pelbagai suku bangsa Indonesia yang bermukim dan bertempat tinggal di Jakarta, termasuk orangorang Cina, orang-orang Jepang serta keturunan orang-orang Portugis yang sudah menjadi kawula atau pegawai-pegawai VOC. Orang-orang Belanda senfliri yang tidak seberapa jumlahnya, karenanya selalu berada di garis belakang, namun dengan persenjataan lengkap bahkan mempergunakan senjata meriam.
VOC juga mendirikan dan memperkuat perbentengan-perbentengan mereka di perbatasan Kerajaan Banten, seperti di daerah Angke, Pesing dan lain-lainnya, Tahun 1658, dipimpin Raden Senopati Ingalaga dan Haji Wangsaraja menyerang Batavia di daerah Angke dan Tangerang. Kedatangan tentara Banten itu sudah diketahui VOC melalui mata-mata dan kaki tangan mereka.
Untuk melawan Banten, VOC membentuk pasukan-pasukan bayaran yang terdiri dari pelbagai suku bangsa seperti: Suku Bugis, Suku Bali, Suku Banda dan lain-Iainnya. Selain itu VOC juga terdiri dari pelbagai suku bangsa Indonesia yang bermukim dan bertempat tinggal di Jakarta, termasuk orangorang Cina, orang-orang Jepang serta keturunan orang-orang Portugis yang sudah menjadi kawula atau pegawai-pegawai VOC. Orang-orang Belanda senfliri yang tidak seberapa jumlahnya, karenanya selalu berada di garis belakang, namun dengan persenjataan lengkap bahkan mempergunakan senjata meriam.
VOC juga mendirikan dan memperkuat perbentengan-perbentengan mereka di perbatasan Kerajaan Banten, seperti di daerah Angke, Pesing dan lain-lainnya, Tahun 1658, dipimpin Raden Senopati Ingalaga dan Haji Wangsaraja menyerang Batavia di daerah Angke dan Tangerang. Kedatangan tentara Banten itu sudah diketahui VOC melalui mata-mata dan kaki tangan mereka.
VOC menyiapkan pasukan-pasukannya dan segera menyongsong tentara Banten
itu. Dan terjadilah pertempuran seru. Dengan kapalkapalnya dan
persenjataan meriam-meriamnya yang besar VOC mengurung serta menutup
pelabuhan Banten, yang berakibat terhentinya perdagangan Kerajaan
Banten.
Dengan
cara yang demikian VOC banyak menimbulkan kerugian lawan, karena hidup
kerajaan itu sebagian besar bergantung kepada perdagangan. Belanda yang
licik berusaha memecah belah dan mengadu domba orang-orang Banten, yang
berhasil mengadu domba Sultan Ageng Tirtayasa dan puteranya, Sultan
Haji. Akhimya ayah dan anak itu bermusuhan dan berperang. Sultan Ageng
Tirtayasa melawan VOC, sedang Sultan Haji berpihak pada VOC.
Pada bulan Pebruari 1682 pecah perang antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji. Tanggal 6 Maret 1682 VOC mengirimkan bantuan di bawah pimpinan Saint Martin. Sultan Ageng Tirtayasa dipukul mundur dan bertahan di Tirtayasa. Januari 1683 Sultan Ageng Tirtayasa, Pangeran Purbaya serta sejumlah pasukan Banten berada di Parijan, Tangerang. Mereka tetap melanjutkan perjuangan melawan VOC. Kemudian Sultan Haji mengirim surat kepada ayahnya agar datang ke Istana, yang curiga memenuhi undangan puteranya.
Pada bulan Pebruari 1682 pecah perang antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji. Tanggal 6 Maret 1682 VOC mengirimkan bantuan di bawah pimpinan Saint Martin. Sultan Ageng Tirtayasa dipukul mundur dan bertahan di Tirtayasa. Januari 1683 Sultan Ageng Tirtayasa, Pangeran Purbaya serta sejumlah pasukan Banten berada di Parijan, Tangerang. Mereka tetap melanjutkan perjuangan melawan VOC. Kemudian Sultan Haji mengirim surat kepada ayahnya agar datang ke Istana, yang curiga memenuhi undangan puteranya.
Tanggal
14 Maret 1683 Sultan Ageng tiba di Istana dan diterima dengan baik,
tetapi kemudian ditangkap dan dibawa ke Batavia. Tahun 1695 Sultan Ageng
Tirtayasa wafat. Setelah Sultan Ageng wafat, sisa-sisa tentara Banten
tetap mengadakan perlawanan.
Setelah Kesultanan Banten dihapus oleh Belanda, perjuangan melawan penjajah dilanjutkan oleh rakyat Banten yang dipimpin oleh ulama dengan menggelorakan semangat perang sabil. Keadaan ini berlangsung sampai Negara Republik Indonesia diproklamasikan kemerdekaannya. Hal ini terlihat di berbagai pemberontakan yang dipimpin oleh kiai dan didukung oleh rakyat, antara lain peristiwa "Geger Cilegon" pada tahun 1886 di bawah pimpinan KH Wasyid (w. 28 Juli 1888) dan "Pemberontakan Petani Banten" pada tahun 1888.
Setelah Kesultanan Banten dihapus oleh Belanda, perjuangan melawan penjajah dilanjutkan oleh rakyat Banten yang dipimpin oleh ulama dengan menggelorakan semangat perang sabil. Keadaan ini berlangsung sampai Negara Republik Indonesia diproklamasikan kemerdekaannya. Hal ini terlihat di berbagai pemberontakan yang dipimpin oleh kiai dan didukung oleh rakyat, antara lain peristiwa "Geger Cilegon" pada tahun 1886 di bawah pimpinan KH Wasyid (w. 28 Juli 1888) dan "Pemberontakan Petani Banten" pada tahun 1888.
3. Sultan Hasanudin dari Makasar Sulawesi Selatan
Julukan
Ayam Jantan dari Timur Pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin,
Kerajaan Makasar mencapai masa kejayaan. Cita-cita Sultan Hasanudin
untuk menguasai jalur perdagangan Nusantara mendorong perluasan
kekuasaan ke kepulauan Nusa Tenggara. Hal itu mendapat tentangan
Belanda. Pertentangan tersebut sering menimbulkan peperangan. Keberanian
Sultan Hasanudin dalam memimpin pasukan Kerajaan Makasar mengakibatkan
kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasanudin,
Belanda menjulukinya dengan sebutan “Ayam Jantan dari Timur”.
4. Pattimura (Thomas Matulesi) dari Maluku
Penduduk
Ambon-Lease memiliki unsur kehidupan yang dibawa dan dipadukan dengan
budaya yang telah ada oleh VOC yaitu sistem perkebunan cengkeh, sistem
pemerintahan desa dan sistem pendidikan desa. Sistem pemerintahan
terjadi karena timbulnya daerah pemukiman baru.Sistem perkebunan cengkeh
mengharuskan menjual cengkeh rakyat ke VOC dengan harga yang ditetapkan
sepihak. Hak pengolahan tanah dibagi menjadi tanah pekebunan cengkeh
dan tanah pusaka warisan keluarga untuk ditanami bahan pangan untuk
keluarga yang menggarapnya.Ketiga jenis sistem tersebut menyebabkan
keresahan masyarakat Maluku karena :
1. Banyak terjadi korupsi.
2. Adanya kewajiban membuat ikan asin dan garam untuk kapal perang belanda.
3. Pemuda negeri banyak yang dipaksa menjadi serdadu di Jawa.
4. Diberlakukan sirkulasi uang kertas di Ambon yang didapat dari hasil penjualan cengkeh namun untuk membeli barang di toko pemerintah harus memakai uang logam.
5. Hukuman denda dibayar dari hasil penjualan cengkeh serta ditambah biaya untuk kepentingan residen.
6. Penyerahan wajib leverantie bahan bangunan.
7. Adanya pelayaran hongi yang menebar penderitaan.
1. Banyak terjadi korupsi.
2. Adanya kewajiban membuat ikan asin dan garam untuk kapal perang belanda.
3. Pemuda negeri banyak yang dipaksa menjadi serdadu di Jawa.
4. Diberlakukan sirkulasi uang kertas di Ambon yang didapat dari hasil penjualan cengkeh namun untuk membeli barang di toko pemerintah harus memakai uang logam.
5. Hukuman denda dibayar dari hasil penjualan cengkeh serta ditambah biaya untuk kepentingan residen.
6. Penyerahan wajib leverantie bahan bangunan.
7. Adanya pelayaran hongi yang menebar penderitaan.
Tanggal
14 mei 1817 rakyat maluku bersumpah untuk melawan pemerintah dimulai
dengan menyerang dan membongkar perahu milik belanda orombaai pos yang
hendak membawa kayu bahan bangunan. Kemudian merebut benteng Duurstede
oleh pasukan yang dipimpin Kapiten Pattimura dan Thomas Matulesi.
Pattimura kemudian menyerang pasukan yang dipimpin beetjes untuk merebut
benteng Zeelandia, namun sebelum menyerang zeelandia, Residen
Uitenbroek di Haruku melkukan hal berikut :
1. Memberi hadiah kepada Kepala Desa.
2. Membentuk komisi pendakatan Kepala-Kepala Desa di Haruku.
3. Mendatangkan pasukan bala bantuan Inggris dengan Kapal Zwaluw.
1. Memberi hadiah kepada Kepala Desa.
2. Membentuk komisi pendakatan Kepala-Kepala Desa di Haruku.
3. Mendatangkan pasukan bala bantuan Inggris dengan Kapal Zwaluw.
Karena
adanya bantuan Inggris, Kapten Pattimura terdesak masuk hutan dan
benteng-bentengnya direbut kembali pemerintah.Rakyat nusa laut menyerah
tanggal 10 November 1817 setelah pimpinannya Kapiten Paulus Tiahahu
serta putrinya Kristina Martha Tiahahu. Tanggal 12 November 1817 Kapitan
Pattimura ditangkap dan bersama tiga penglimanya dijatuhi hukuman mati
di Niuew Victoria di Ambon.
5. Imam Bonjol dari Sumatra Barat
Rakyat
Minangkabau bersatu melawan Belanda. Terjadi pada tahun 1830– 1837.
Perlawanan terhadap Belanda di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol. Untuk
mengatasi perlawanan rakyak Minangkabau, Belanda menerapkan siasat adu
domba. Dalam menerapkan siasat ini Belanda mengirimkan pasukan dari Jawa
di bawah pimpinan Sentot Prawiradirja. Ternyata Sentot beserta
pasukannya membatu kaum padri. Karena itu Sentot ditangkap dan
diasingkan ke Cianjur,Jawa Barat. Pada akhir tahun 1834, Belanda
memusatkan pasukannya menduduki kota Bonjol. Tanggal 16 Juni 1835,
pasukan Belanda menembaki Kota Bonjol dengan meriam. Dengan tembakan
meriam yang sangat gencar Belanda berhasil merebut Benteng Bonjol.
Akhirnya pada tanggal 25 Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol menyerah.
Dengan menyerahnya Tuanku Imam Bonjol berarti padamlah perlawanan rakyat
Minangkabau terhadap Belanda.
6. Diponegoro (Ontowiryo) dari Yogyakarta (1825 – 1830)
Pangeran
Diponegoro dengan nama kecil Raden Mas Ontowiryo, putra sulung Sultan
Hamengkubowono III, lahir pada tahun 1785. Melihat penderitaan rakyat,
hatinya tergerak untuk memperjuangkannya. Perlawanan Diponegoro pemicu
utamanya adalah pemasangan tiang pancang membuat jalan menuju Magelang.
Pemasangannya melewati makam leluhur Diponegoro yang dilakukan tanpa
izin. Karena mendapat tentangan, pada tanggal 20 Juli 1825 Belanda
melakukan serangan ke Tegalrejo. Namun dalam serangan tersebut tidak
berhasil menemukan Diponegoro, karena sebelumnya Diponegoro telah
memindahkan markasnya di Selarong. Dalam perlawanan melawan Belanda
Pangeran Diponegoro dibantu Pangeran Mangkubumi, Sentot Pawirodirjo,
Pangeran Suriatmojo, dan Dipokusumo. Bantuan dari ulama pun ada, yaitu
dari Kyai Mojo dan Kyai Kasan Basri
Untuk
mematahkan perlawanan Diponegoro, Belanda melaksanakan siasat Benteng
Stelsel (sistem benteng). Dengan berbagai siasat, akhirnya Belanda
berhasil membujuk para pemimpin untuk menyerah. Melihat hal itu,
Pangeran Diponegoro merasa terpukul. Dalam perlawanannya akhirnya
Pangeran Diponegoro terbujuk untuk berunding. Dalam perundingan, beliau
ditangkap dan diasingkan ke Makasar sampai akhirnya meninggal dunia pada
tanggal 8 Januari 1855.
7. Pangeran Antasari dari Banjarmasin
Perlawanan
rakyat Banjar dipimpin oleh Pangeran Hidayat dan Pangeran Antasari.
Perlawanan tersebut terkenal dengan Perang Banjar, berlangsung dari
tahun 1859–1863. Setelah Pangeran Hidayat ditangkap dan diasingkan ke
Cianjur, Jawa Barat perlawanan rakyat Banjar masih terus dilakukan
dipimpin oleh Pangeran Antasari. Atas keberhasilan memimpin perlawanan,
Pangeran Antasari diangkat sebagai pemimpin agama tertinggi dengan gelar
Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Beliau terus mengadakan
perlawanan sampai wafat tanggal 11 Oktober 1862.
8. Sisingamangaraja XII dari Tapanuli Sumatra Utara
Sisingamangaraja
lahir di Baakara, Tapanuli pada 1849 dan menjadi raja pada tahun 1867.
Saat bertahta, ia sangat menentang penjajah dan melakukan perlawanan,
akibatnya ia dikejar-kejar oleh penjajah. Setelah tiga tahun dikejar
Belanda, akhirnya persembunyian Sisingamangaraja diketahui dan dikepung
ketat. Pada saat itu komandan pasukan Belanda meminta kembali agar ia
menyerah dan menjadi Sultan Batak, namun Sisingamangaraja tetap menolak
dan memilih mati daripada menyerah.
Dan banyak lagi perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah lainnya yang tidak bisa disebutkan.
http://kecebongmoneymaker.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar